BAB V
MANUSIA DAN KEINDAHAN
A. Keindahan
Kata keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek, dan sebagainya. Benda yang mempunyai sifat indah ialah segala hasil seni, pemandangan alam, manusia, rumah, tatanan, perabot rumah tangga, suara, warna, dan sebagainya. Karena itu keindahan dapat dikatakan, bahwa keindahan merupakan bagian hidup manusia. Keindahan tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dimanapun kapan pun dan siapa saja dapat menikmati keindahan.
Menurut The Liang Gie dalam bukunya “Garis Besar Estetika”. Menurut asal katanya, dalam bahasa Inggris keindahan itu diteijemahkan dengan kata “beutiful” dalam bahasa Perancis “beau”, sedang Italia dan spanyol “bello” berasal dari kata latin “bellum”. Akar katanya adalah “bonum” yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi “bonellum” dan terakhir diperpendek sehingga ditulis “bellum”. Disamping itu terdapat pula perbedaan menumt luasnya pengertian, yakni :
a) Keindahan dalam arti yang luas.
b) Keindahan dalam arti estetis murni.
c) Keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan.
Bangsa Yunani juga mengenai pengenian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya ‘symmetria’ untuk keindahan berdasarkan penglihatan (misalnya pada karya pahat dan arsitektur) dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Jadi pengertian keindahan yang seluas-luasnya meliputi :
· keindahan seni
· keindahan alam
· keindahan moral
· keindahan intelektual
a. Nilai Estetik
“The believed capacity of any object to satisfy a human desire. The quality of any abject which causes it to be on interest to an individual or a group”. ( kemampuan yang dipercaya ada pada sesuatu benda untuk memuaskan suatu keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau sesuatu golongan).
Menurut kamus itu selanjutnya nilai adalah semata-mata suatu realita psikologis yang hams dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapat pada sesuatu benda sampai teibukti ketakbenarannya.
Tentang nilai itu ada yang membedakan antara nilai subyektif dan nilai obyektif, atau ada yang membedakan nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Tetapi penggolongan yang penting adalah nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik.
Nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya (instrumental/contributory value), yakni nilai yarfg bersifat sebagai alat atau membantu.. Nilai instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu sendiri. Contoh :
1. puisi bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, itu disebut nilai ekstrinsik. Sedangkan pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui (alat benda) puisi itu disebut nilai instrinsik.
2. Tan, tarian Damarwulan-minakjinggo suatu tarian yang halus dan kasar dengan segala macam jenis pakaian dan gerak-geriknya. Tarian itu mempakan nilai ekstrinsik, sedangkan pesan yang ingin disampaikan oleh tarian itu ialah kebaikan melawan kejahatan mempakan nilai instrinsik.
b. Kontemplasi Dan Ekstansi
Keindahan dapat dinikmati menumt selera seni dan selera biasa. Keindahan yang didasarkan pada selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang indah. Apabila kedua dasar ini dihubungkan dengan bentuk di luar diri manusia, maka akan teijadi penilaian bahwa sesuatu itu indah. Sesuatu yang indah itu memikat atau menarik perhatian orang yang melihat, mendengar. Bentuk diluar diri manusia itu berupa karya budaya yaitu karya seni lukis, seni suara, seni tari, seni sastra, seni drama dan film, atau berupa ciptaan Tuhan misalnya pemandangan alam, bunga warna-warni, dan lain-lain.
Bagi seorang seniman selera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang bukan seniman. Bagi orang bukan seniman mungkin faktor ekstansi lebih meoonjol. Jadi, ia lebih suka menikmati karya seni daripada menciptakan karya seni. Dengan kata lain, ia hanya mampu menikmati keindahan tetapi tidak mampu menciptakan keindahan.
c. Sebab Manusia Menciptakan Keindahan
Keindahan itu pada dasamya adalah alamiah. Alam ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa keindahan itu ciptaan Tuhan. Alamiah artinya wajar, tidak berlebihan tidak pula kurang. Kalau pelukis melukis wanita lebih cantik dari keadaan sebenamya, justm tidak indah. Bila ada pemain drama yang beriebih-lebihan; misalnya marah dengan meluap-luap padahal masalahnya kecil, atau karena kehilangan sesuatu yang tidak berharga kemudiah menangis meraung-raung, itu berarti tidak indah.
Pengungkapan keindahan dalam karya seni didasari oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan tertentu pula. Motivasi itu dapat berupa pengalaman atau kenyataan mengenai penderitaan hidup manusia, mengenai kemerosotan moral, mengenai perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, mengenai keagungan Tuhan, dan banyak lagi lainnya. Tujuannya tentu saja dilihat dari segi nilai kehidupan manusia, martabat manusia, kegunaan bagi manusia secara kodrati. Berikut ini akan dicoba menguraikan alasan/motivasi dan tujuan seniman menciptakan keindahan.
1. Tata nilai yang telah usang
Tata nilai yang terjelma dalam adat istiadat ada yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan, sehingga dirasakan sebagai hambatan yang memgikan dan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya kawin paksa, pingitan, derajad wanita lebih rendah dari derajad laki-laki. Tata nilai semacam ini dipandang sebagai mengurangi nilai moral kehidupan masyarakat, sehingga dikatakan tidak indah. Yang tidak indah harus disingkirkan dan digantikan dengan yang indah. Yang indah ialah tata nilai yang menghargai dan mengangkat martabat manusia, misalnya wanita.
Hal ini menjadi tema para sastrawan zaman Balai Pustaka, dengan tujuan untuk merubah keadaan dan memperbaiki nasib kaum wanita. Sebagai contoh novel yang menggambarkan keadaan ini ialah “layar terkembang” oleh Sutan Takdir Alisyahbana, “Siti Nurbaya” oleh Marah Rusli.
2. Kemerosotan Zaman
Keadaan yang merendahkan derajad dan nilai kemanusiaan ditandai dengan kemerosotan moral. Kemerosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan manusia yang bejad terutama dari segi kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual ini dipenuhinya tanpa menghiraukan ketentuan-ketentuan hukum agama, dan moral masyarakat. Yang demikian itu dikatakan tidak baik, yang tidak baik itu tidak indah. Yang tidak indah itu harus disingkirkan melalui prates yang antara lain diungkapkan dalam karya seni.
3. Penderitaan Manusia
Banyak faktor yang membuat manusia itu menderita. Tetapi yang paling menentukan ialah faktor manusia itu sendiri. Manusialah yang membuat orang menderita sebagai akibat nafsu ingin berkuasa, serakah, tidak beihati-hati dan sebagainya.
Keadaan demikian ini tidak mempunyai daya tank dan tidak menyenangkan, karena nilai kemanusiaan telah diabaikan, dan dikatakan tidak indah. Yang tidak indah itu harus dilenyapkan karena tidak bermanfaat bagi kemanusiaan.
4. Keagungan Tuhan
Keagungan Tuhan dapat dibuktikan melalui keindahan alam dan keteraturan alam semesta serta kejadian-kejadian alam. Keindahan alam merupakan keindahan mutlak ciptaan Tuhan. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan ciptaan Tuhan itu. Seindah-indah tiruan terhadap ciptaan Tuhan, tidak akan menyamai keindahan ciptaan Tuhan itu sendiri. Kecantikan seorang wanita ciptaan Tuhan membuat kagum seniman Leonardo da Vinci. Karena itu ia berusaha meniru ciptaan Tuhan dengan melukis Monalisa sebagai wanita cantik. Lukisan monalisa sangat terkenal karena menarik dan tidak membosankan.
d. Keindahan Menurut Pandangan Romantik
Menumt Keats, orang yang mempunyai konsep keindahan hanya tertentu jumlahnya. Mereka mempunyai negatif capability, yaitu kemampuan untuk selalu dalam keadaan ragu-ragu, tidak menentu dan misterius tanpa mengganggu keseimbangan jiwa dan tindakannya hanya pikiran dan hatinya yang selalu diliputi keresahan.
Mengenai keindahan, Coleridge mengutip Shakespeare (1564-1616) dalam karyanya midsummer night: Thing base and vile holding no quality/ love can transpose to form and dignity”, yaitu sesuat yang rendah dan tidak menpunyai nilai, dapat berubah dan menjadi berarti. Inilah yang menggelisahkan Coleridge. Dia menggunakan tembakau sebagai contoh: karena kekuatan kebiasaanlah, maka tembakau yang sebenamya tidak enak dapat menjadi nikmat. Pembahan ini dapat mempengaruhi imajinasi: dengan merasakan nikmatnya tembakau maka dalam angan-angan seseorang, segala sesuatu yang beihubungan dengan tembakau dapat menjadi indah. Coleridge melihat, bahwa kebiasaan mempunyai akibat teihadap daya tangkap teihadap sesuatu yang indah, dan karena itu juga dapat mempengaruhi konsep keindahan seseorang.
Kegelisahan Coleridge ini tercermin dalam “Frost at midnight (1798), sebuah sanjak mengenai salju tipis yang turun di tengah malam. Salju inilah yang baginya merupakan hal sesaat. Jatuhnya salju ini mengingatkan Coleridge pada dusunnya yang penuh sesak orang Disini proses imajinasinya mulai tumbuh. Kemudian keadaan dusun yang penuh sesak ini melompat ingatannya pada masa kanak-kanak. maka terbentuklah konsep keindahan, disini: kesepihan, kesendirian, dan ketidakbeidosaan (innocence) anak kecil adalah keindahan. Keindahan adalah sublimasi yang terjadi karena kebebasan menyendiri dan hikmah ketidakberdosaan.
Selanjutnya Keats membedakan antara orang biasa dan seniman, dan antara seniman biasa dan seniman yang baik yang dapat inencipta sesuatu yang indah menurut dia. Pada sesuatu kesempatan ia melihat lukisan “Death on the Pale Horse”, karya pelukis West, misalnya, yaitu mengenai seseorang yang mati di atas kuda yang pucat, dia langsung berpendapat bahwa West bukanlah seniman yang baik. Menurut Keats, West tidak mempunyai cukup negative capability.
Pada hakekatnya negative capability adalah suatu proses. Keraguan, ketidaktentuan dan misteri adalah suatu proses. Proses inilah yang membuat seseorang menjadi kreatif. Orang yang tidak mempunyai negative capability tidak akan kreatif, karena segala sesuatu baginya sudah jelas, tidak menimbulkan keraguan dan tidak merupakan misteri. Bagi Keats, proses kreativitas identik dengan peijuangan untuk menciptakan keindahan, atau lebih tepatnya, menciptakan sesuatu yang indah. Ini terlihat antara lain pada sanjaknya sendiri, “Endymon”, yang mempunyai banyak kesalahan. Sekalipun dalam sanjak ini dia dapat membuat batasan mengenai sesuatu yang indah, akan tetapi dia merasa sanjak ini temyata bukan sanjak yang indah dan dengan demikian tidak beihasil mengungkapkan keindahan sendiri. Padahal pembaca sanjak itu segera mempunyai konsensus bahwa Endymon lambang keindahan, meskipun Keats sendiri sanjak nya gagal.
Mengenai burung bul-bul, suatu hari Keats duduk di kursi malas di bahwah pohon, kemudian tertidur. Beberapa saat terbangun, dan merasa mendengar suara burung bul-bul. Imajinasinya langsung bekerja, dan langsung membentuk konsep keindahan. Menulislah ia, bahwa didunia ini “beauty cannot keep her lustors eyes”, yaim keindahan tidak dapat menyembunyikan mata yang bersinar-sinar.
Ada persamaan hakiki antara J.Keats dan Coleridge dalam menanggapi hal-hal sesaat. Bagi mereka hal-hal sesaat adalah pelatuk yang meledakkan imajinasi dan imajinasi ini langsung membentuk keindahan.
B. Renungan
Renungan berasal dari kata renung; artinya diam-diam memikiikan sesuatu, atau memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam merenung nntuk menciptakan seni ada beberapa teori.
a. Teori Pengungkapan
Dalil dari teori ini ialah bahwa “Art is an expression of human feeling” ( seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia ). Teori ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seorang ieniman ketika menciptakan suatu karya seni.
Tokoh teori ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf Italia Benedeto Croce (1886-1952) dengan karyanya yang telah diteijemahkan kedalam bahasa Inggris “aesthetic as Science of Expresion and General Linguistic”. Beliau antara lain menyatakan bahwa “art is expression of impressions” (Seni adalah pengungkapan dari kesan-kesan) Expression adalah sama dengan intuition. Dan intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan tentang hal-hal individuil yang menghasilkan gambaran angan-angan (images). Dengan demikian pengungkapan itu berwujud pelbagai gambaran angan-angan seperti misalnya images wama, garis dan kata. Bagi seseorang pengungkapan berarti menciptakan seni dalam dirinya tanpa peiiu adanya kegiatan jasmamah keluar. Pengalaman estetis seseorang tidak lain adalah ekspresi dalam gambaran angan-angan.
Seorang tokoh lainnya dari teori pengungkapan adalah Leo Tolstoi dia menegaskan bahwa kegiatan seni adalah memunculkan dalam diri sendiri suatu perasaan yang seseorang telah mengalaminya dan setelah memunculkan itu kemudian dengan perantaraan pelbagai gerak, garis, wama, suar dan bentuk yang diungkapkan dalam kata-kata memindahkan perasaan itu sehingga orang-orang mengalami perasaan yang sama.
b. Teori Metafisik
Teori seni yang bercorak metafisis mempakan salah satu teori yang tertua, yakni berasal dari Plato yang karya-karya tulisannya untuk sebagian membahas estetik filsafati, konsepsi keindahan dan teori seni. Mengenai sumber seni Plato mengemukakan suatu teori peniruan (imitation theory). Ini sesuai dengan metafisika Plato yang mendalilkan adanya dunia ide pada taraf yang tertinggi sebagai realita Ilahi. Pada taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi ini yang merupakan cerminan semu dan mirip realita ilahi itu. Dan karya seni yang dibuat manusia hanyalah mempakan mimemis (tiruan) dari realita duniawi Sebagai contoh Plato mengemukakan ide Ke-ranjangan yang abadi, asli dan indah sempuma ciptaan Tuhan. Kemudian dalam dunia ini tukang kayu membuat ranjang dari kayu yang merupakan ide tertinggi ke-ranjangan-an itu. Dan akhimya seniman menim ranjang kayu itu dengan menggambarkannya dalam sebuah lukisan. Jadi karya seni adalah tiruan dari suatu tiruan lain sehingga bersifat jauh dari kebenaran atau dapat menyesatkan. Karena itu seniman tidak mendapat tempat sebagai warga dari negara Republik yang ideal menurut Plato.
Dalam jaman modem suatu teori seni lainnya yang juga bercorak metafisis dikemukakan oleh filsuf Arthur Schopenhauer (1788-1860). Menurut beliau seni adalah suatu bentuk dari pemahaman terhadap realita. Dan realita yang sejati adalah suatu keinginan (will) yang sementara. Dunia obyektif sebagai ide hanyalah wujud luar dari keinginan itu. Selanjutnya ide-ide itu mempunyai perwujudan sebagai benda-benda khusus. Pengetahuan sehari-hari adalah pengetahuan praktis yang bertiubungan dengan benda-benda itu. Tapi ada pengetahuan yang lebih tinggi kedudukannya, yakni yang diperoleh bilamana pikiran diarahkan kepada ide-ide dan merenungkannya demi ide-ide itu sendiri. Dengan melalui perenungan semacam ini lahirlah karya seni. Seniman besar adalah seseorang yang mampu dengan perenungannya itu menembus segi-segi praktis dari benda-benda disekelilingnya dan sampai pada maknanya yang dalam, yakni memahami ide-ide dibaliknya.
c. Teori Psikologis
Teori-teori metafisis dari para filsuf yang bergerak diatas taraf manusiawi dengan konsepsi-konsepsi tentang ide tertinggi atau kehendak semesta umumnya tidak memuaskan, karena terlampau abstrak dan spekulatif. Sebagian ahli estetik dalam abad modem menelaah teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan alam pikiran penciptanya dengan mempergunakan metode-metode psikologis. Misalnya berdasaikan psikoanalisa dikemukakan teori bahwa proses penciptaan seni adalah pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar dari seseorang seniman. Sedang karya seninya itu merupakan bentuk terselubung atau diperhalus yang diwujudkan keluar dari keinginan-keinginan itu.
Suatu teori lain tentang sumber seni ialah teori permainan yang dikembangkan oleh Freedrick Schiller (1757-1805) dan Herbert Spencer (1820-1903). Menurut Schiller, asal mula seni adalah dorongan batin untuk bermain-main (play impulse) yang ada dalam diri seseorang. Seni merupakan semacam permainan menyeimbangkan segenap kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi yang harus dikeluaikan. Bagi Spencer, permainan itu berperanan untuk mencegah kemampuan-kemampuan mental manusia menganggur dan kemudian menciut karena disia-siakan. Seseorang yang semakin meningkat taraf kehidupannya tidak memakai habis energinya untuk kepeiiuan sehari-hari, kelebihan tenaga itu lalu menciptakan kebutuhan dan kesempatan untuk melakukan rangkaian permainan yang imaginatif dan kegiatan yang akhimya menghasilkan karya seni. Teori permainan tentang seni tidak sepenuhnya diterima oleh para ahli estetik. Keberatan pokok yang dapat diajnkan ialah bahwa permainan merupakan suatu kreasi, padahal seni adalah kegiatan yang serius dan pada dasamya kreatif.
Sebuah teroi lagi yang dapat dimasukkan dalam teori psikologis ialah teori penandaan (signification Theory) yang memandang seni sebagi suatu lambang atau tanda dari perasaan manusia. Simbol atau tanda yang menyerupai atau mirip dengan benda yang dilambangkan disebut iconic sign (tanda serupa), misalnya tanda lalu lintas yang memperingatkan jalan yang berbelok-belok dengan semacam huruf Z adalah suatu tanda yang serupa atau mirip dengan keadaan jalan yang dilalui. Menumt teori penandaan itu karya seni adalah iconic signs dari proses psikologis yang berlangsung dalam diri manusia, khususnya tanda-tanda dari perasaannya. Sebagai contoh sebuah lagu dengan irama naik turun dan alunan cepat lambat serta akhimya beihenti adalah simbol atau tanda dari kehidupan manusia dengan pelbagai perasaannya yang ada pasang atau sumt serta tergesa-gesa atau santainya dan ada akhimya.
C. Keserasian
Keserasian berasal dari kata serasi dan dan kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai benar. Kata cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan, ukuran dan seimbang.
Dalam pengertian perpaduan misalnya, orang berpakaian hams dipadukan wamanya bagian atas dengan bagian bawah. Atau disesuaikan dengan kulitnya. Apabila cara memadu itu kurang cocok, maka akan memsak pemandangan. Sebaliknya, bila serasi benar akan membuat orang puas karenanya. Atau orang yang berkulit hitam kurang pantas bila memakau baju wama hijau, karena wama itu justm menggelapkan kulitnya.
Pertentanganpun menghasilkan keserasian. Misalnya dalam dunia musik, pada hakekatnya irama yang mengalun itu mempakan pertentangan suara tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut.
Karena itu dalam keindahan ini, sebagian ahli pikir menjelaskan, bahwa keindahan pada dasamya adalah sejumlah kualitas / pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (hamiony), kesetangkupan (symetry), keseimbangan (balance), dan keterbalikan (contrast). Selanjutnua dalam hal keindahan itu dikatakan tersusun dari berbagai keselarasan dan keterbalikan dari garis, wama, bentuk, nada dan kata-kata. Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan yang serasi dalam suatu benda dan diantara benda itu dengan si pengamat.
Filsuf Ingris Herbert Read merumuskan definisi, bahwa keindahan adalah kesatuan dan hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauti is unity of formal relations among our sence-perception). Pendapat lain menganggap pengalaman estetik suatu keselarasan dinamik dari perenungan yang menyenangkan. Dalam keselarasan itu seseorang memiliki perasaan-perasaan seimbang dan tenang, mencapai cita rasa akan sesuatu yang terakhir dan rasa hidup sesaat di tempat-tempat kesempumaan yang dengan senang hati ingin diperpanjangnya.
a. Teori Obyektif Dan Teori Subyektif
The Liang Gie dalam bukunya garis besar estetika menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni ada dua teori yakni teori obyektif dan teori subyektif. Salah satu persoalan pokok dari teori keindahan adalah mengenai sifat dasar dari keindahan. Apakah keindahan mempakan sesuatu yang ada pada benda indah atau hanya terdapat dalam alam pikiran orang yang mengamati benda tersebut. Dari persoalan-persoalan tersebut lahirlah dua kelompok teori yang teikenal sebagai teori obyektif dan teori subyektif.
Pendukung teori obyektif adalah Plato, Hegel dan Bernard Bocanquat, sedang pendukung teori subyektif ialah Henry Home, Earlof Shaffesbury, dan Edmund Burice. Teori obyektif beipendapat, bahwa keindahan atau ciri-ciri yang mencipta nilai estetik adalah sifat (kualita) yang memang telah melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, teriepas dari orang yang mengamatinya. Pengamatan orang hanyalah mengungkapkan sifat-sifat indah yang sudah ada pada sesuatu benda dan sama sekali tidak berpengamh untuk menghubungkan. Yang menjadi masalah ialah ciri-ciri khusus manakah yang membuat sesuatu benda menjadi indah atau dianggap bemilai estetik, salah satu jawaban yang telah diberikan selama berabad-abad ialah perimbangan antara bagian-bagian dalam benda indah itu. Pendapat lain menyatakan, bahwa nilai estetik itu tercipta dengan terpenuhinya asas-asas tertentu mengenai bentuk pada sesuatu benda.
Teori subyektif, menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda. Adanya keindahan semata-mata tergantung pada pencerapan dari si pengamat itu. Kalaupun dinyatakan bahwa sesuatu benda mempunyai nilai estetik, maka hal itu diartikan bahwa seseorang pengamat memperoleh sesuatu pengaiaman estetik sebagai tanggapan terhadap benda indah itu. Yang tergolong teori subyektif ialah yang memandang keindahan dalam suatu hubungan di antara suatu benda dengan alam pikiran seseorang yang mengamatinya seperti misalnya yang berupa menyukai atau menikmati benda itu.
b. Teori Perimbangan
Teori obyektif memandang keindahan sebagai suatu kwalita dari benda-benda. Kwalita bagaimana yang menyebabkan sesuatu benda disebut indah telah dijawab oleh bangsa Yunani Kuno dengan teori perimbangan yang bertahan sejak abab 5 sebelum Masehi sampai abab 17 di Eropa. Sebagai contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno yang berupa banyak tiang besar.
Bangsa Yunani menemukan bahwa hubungan-hubungan matematik yang cermat sebagaimana terdapat dalam ilmu ukur dan berbagai pengukuran proporsi temyata dapat diwujudkan dalam benda-benda bersusun yang indah. Bahkan Pythagoras yang mencetuskan teori proporsi itu menemukan bahwa macamnya nada yang dikeluarkan oleh seutas senar teigantung pada panjang senar itu dan bahwa macamnya nada yang dikeluarkan oleh seutas senar akan menghasilkan susunan nada yang selaras (yakni indah di dengar), apabila panjangnya masing-masing senar itu mempunyai hubungan perimbangan bilangan-bilangan yang kecil misalnya 1:1, 1:2, 2:3 dan seterusnya. Jadi menurut teori proporsi ini keindahan terdapat dalam suatu benda yang bagian-bagiannya mempunyai hubungan satu sama lain sebagai bilangan - bilangan kecil. Contoh visual untuk perimbangan yang menyenangkan dilihat dan karenanya disebut indah oleh bangsa Yunani dulu ialah bentuk empat persegi, elips yang masing-masing mempunyai proporsi 1:1,6 atau 3:5. Perimbangan itu dinamakan perbandingan keemasan (golden ratio).
BAB VI
MANUSIA DAN PENDERITAAN
A. Pengertian Penderitaan
Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat lahir atau batin, atau lahir batin.
Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, ada yang berat ada juga yang ringan. Namun peranan individu juga menentukan berat-tidaknya intensitas penderitaan. Suatu peristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
Baik dalam A1 Quran maupun kitab suci agama lain banyak surat dan ayat yang menguraikan tentang penderitaan yang dialami oleh manusia atau berisi peringatan bagi manusia akan adanya penderitaan. Tetapi umunya manusia kurang memperhatikan peringatan tersebut, sehingga manusia mengalami penderitaan.
B. Siksaan
Siksaan dapat diartikan sebagai siksaan badan atau jasmani, dan dapat juga berupa siksaan jiwa atau rokhani. Akibat siksaan yang dialami seseorang, timbullah penderitaan.
Di dalam kitab suci diterangkan jenis dan ancaman siksaan yang dialami manusia di akhirat nanti, yaitu siksaan bagi orang-orang musyrik, syirik, dengki, rnemfimah, mencuri, makan harta anak yatim, dan sebagainya. Antara lain, ayat 40 surat A1 Ankabut.
Siksaan yang sifatnya psikis misalnya kebimbangan, kesepian dan ketakutan.
1. Kebimbangan dialami oleh seseorang bila ia pada suatu saat tidak dapat menentukan pilihan mana yang akan diambil. Misalnya pada suatu saat apakah seseorang yang bimbang itu pergi atau tidak, siapakah dari kawannya yang akan dijadikan pacar tetapnya. Akibat dari kebimbangan seseorang berada dalam keadaan yang tidak menentu, sehingga ia merasa tersiksa dalam hidupnya saat itu. Bagi orang yang lemah berpikimya, masalah kebimbangan akan lama dialami, sehingga siksaan itu berkepanjangan. Tetapi bagi orang yang kuat berpikimya ia akan cepat mengambil suatu keputusan, sehingga kebimbangan akan cepat dapat diatasi.
2. Kesepian dialami oleh seseorang merupakan rasa sepi dalam dirinya sendiri atau jiwanya walaupun ia dalam lingkungan orang ramai. Kesepian ini tidak boleh dicampur adukkan dengan keadaan sepi seperti yang dialami oleh petapa atau biarawan yang tinggalnya ditempat yang sepi. Tempat mereka memang sepi tetapi hati mereka tidak sepi. Kesepian juga merupakan salah satu wujud dari siksaan yang dapat dialami oleh seseorang. Seperti halnya kebimbangan, kesepian perlu cepat diatasi agar seseorang jangan terns menerus merasakan penderitaan batin. Sebagai homo socius, seseorang perlu kawan,maka untuk mengalahkan rasa kesepian orang perlu cepat mencari kawan yang dapat diajak untuk berkomunikasi. Pada umumnya orang yang dapat dijadikan “kawan duka” adalah orang yang dapat mengerti dan menghayati kesepian yang dialami oleh sahabatnya itu. Selain mencari kawan, seseorang juga perlu mengisi waktunya dengan suatu kesibukan, khususnya yang bersifat fisik, sehingga rasa kesepian tidak memperoleh tempat dan waktu dalam dirinya.
3. Ketakutan merupakan bentuk lain yang dapat menyebabkan seseorang mengalami siksaan batin. Bila rasa takut itu dibesar-besarkan yang tidak pada tempatnya, maka disebut sebagai phobia. Pada umumnya orang memiliki satu atau lebih phobia ringan seperti takut pada tikus, ular, serangga dan lain sebagainya. Tetapi pada sementara orang ketakutan itu sesdemikian hebatnya sehingga sangat mengganggu. Seperti pada kesepian, ketakutan dapat juga timbul atau dialami seseorang walaupun lingkungannya ramai, sebab ketakutan merupakan hal yang sifatnya psikis. Banyak sebab yang menjadikan seseorang merasa ketakutan, antara lain :
a. Claustrophobia dan Agoraphobia
Goustrophobia adalah rasa takut terhadap ruangan tertutup. Agoraphobia adalah ketakutan yang disebabkan seseorang berada di tempat terbuka.
b. Gamang merupakan ketakutan bila seseorang di tempat yang tinggi. Hal itu disebabkan, karena ia takut akibat berada di tempat yang tinggi. Misalnya seseorang hams melewati jembatan yang sempit, sedangkan dibawahnya air yang mengalir, atau seseorang takut meniti dinding tembok dibawahnya.
c. Kegelapan mempakan suatu ketakutan seseorang bila ia berada di tempat yang gelap. Sebab dalam pikirannya dalam kegelapan demikian akan muncul sesuatu yang ditakuti, misalnya setam, pencuri. Orang yang demikian menghendaki agar ruangan tempat tidur selalu dinyalakan lampu yang terang.
d. Kesakitan mempakan ketakutan yang disebabkan oleh rasa sakit yang akan dialami. Seseorang yang takut diinjeksi sudah berteriak-teriak sebelum jarum injeksi ditusukkan ke dalam tubuhnya. Hal itu disebabkan karena dalam pikirannya semuanya akan menimbulkan kesakitan.
e. Kegagalan mempakan ketakutan dan seseorang disebabkan karena merasa bahwa apa yang akan dijalankan mengalami kegagalan. Seseorang yang patah hati tidak mudah untuk bercinta kembali, karena takut dalam percintaan berikutnya juga akan teijadi kegagalan, trauma yang pemah dialaminya telah menjadikan dirinya ketakutan kalau sampai terulang lagi.
C. Kekalutan Mental
Penderitaan batin dalam ilmu psikologi dikenal sebagai kekalutan mental. Secara lebih sederhana kekalutan mental dapat dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan akibat ketidakmampuan seseorang menghadapi persoalan yang hams diatasi sehingga yang bersangkutan bertingkah secara kurang wajar.
Gejala-gejala permulaan bagi seseorang yang mengalami kekalutan mental adalah :
a. Nampak pada jasmani yang sering merasakan pusing, sesak napas, demam, nyeri pada lambung.
b. Nampak pada kejiwaannya dengan rasa cemas, ketakutan, patah hati, apatis, cembum, mudah marah.
Tahap-taham gangguan kejiwaan adalah :
a. Gangguan kejiwaan nampak dalam gejala-gejala kehidupan si penderita baik jasmani maupun rokhaninya.
b. Usaha mempertahankan diri dengan cara negatif, yaitu mundur atau lari, sehingga cara bertahan dirinya salah; pada orang yang tidak menderita gariguan kejiwaan bila menghadapi persoalan, justm lekas memecahkan problemnya, sehingga tidak menekan perasaannya. Jadi bukan melarikan diri dari persoalan, tetapi melawan atau memecahkan persoalan.
c. Kekalutan merupakan titik patah (mental breakdown) dan yang bersangkutan mengalami gangguan
Sebab-sebab timbulnya kekalutan mental, dapat banyak disebutkan antara lain sebagai berikut :
a. Kepribadian yang lemah akibat kondisi jasmani atau mental yang kurang sempuma; hal-hal tersebut sering menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri yang secara berangsur-angsur akan menyudutkan kaedudukannya dan menghancurkan mentalnya.
b. Terjadinya konflik sosial budaya akibat norma berbeda antara yang bersangkutan dengan apa yang ada dalam masyarakat, sehingga ia tidak dapat menyesuaikan diri lagi; misalnya orang pedesaan yang berat menyesuaikan diri dengan kehidupan kota, orang tua yang telah mapan sulit menerima keadaan bam yang jauh beibeda dari masa jayanya dulu.
c. Cara pematangan batin yang salah dengan memberikan reaksi yang beriebihan terhadap kehidupan sosial; over acting sebagai overcompensatie.
Proses-proses kekalutan mental yang dialami oleh seseorang mendorongnya ke arah
a. Positif : trauma (luka jiwa) yang dialami dijawab secara baik sebagai usaha agar tetap survive dalam hidup, misalnya melakukan sholat tahajut waktu malam hari untuk memperoleh ketenangan dan mencari jalan keluar untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya, ataupun melakukan kegitan yang positif setelah kejatuhan dalam kehidupan.
b. Negatif : trauma yang dialami diperlamtkan atau dipertumtkan, sehingga yang bersangkutan mengalami frustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang diinginkan. Bentuk frustasi antara lain :
1. Agresi berupa kemarahan yang meluap-luap akibat emosi yang tidak terkendali dan secara fisik berakibat mudah terjadinya hypertensi (tekanan darah tinggi) atau tindakan sadis yang dapat membahayakan orang sekitamya.
2. Regresi adalah kembali pada pola reaksi yang primitif atau kekanak-kanankan (infantil), misalnya dengan menjerit-jerit,menangis sampai meraung-raungjnemecah barang-barang.
3. Fiksasi adalah peletakan atau pembatasan pada satu pola yang sama (tetap), misalnya dengan membisu, memukul-mukul dada sendiri, membentur-benturkan kepala pada benda keras.
4. Proyeksi merupakan usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan dan sikap-sikap sendiri yang negatif pada orang lain, kata pepatah: awak yang tidak pandai menari, dikatakan lantai yang teijungkit.
5. Identifikasi adalah menyamakan diri dengan seseorang yang sukses dalam imaginasinya, misalnya dalam kecantikan yang bersangkutan menyamakan diri dengan bintang film, dalam soal harta kekayaan dengan pengusaha kaya yang sukses.
6. Narsisme adalah self love yang berlebihan, sehingga yang bersangkutan merasa dirinya lebih superior daripada orang lain.
7. Autisme adalah gejala menutup diri secara total dari dunia riil, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, ia puas dengan fantasinya sendiri yang dapat menjurus ke sifat yang sinting.
Penderita kekalutan mental banyak terdapat dalam lingkungan seperti :
1. Kota-kota besar yang banyak memberi tantangan-tantangan hidup yang berat, sehingga orang merasa dikejar-kejar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sementara itu sebagian orang tidak mau tahu keperluan hidupnya, sebagian orang tidak mau tahu terhadap penderitaan orang lain akibat egoisme sebagai ciri masyarakat kota.
2. Anak-anak muda usia yang tidak berhasil dalam mencapai apa yang dikehendaki atau diidam-idamkan, karena tidak berimbangnya kemampuan dengan tujuannya, sehingga pada orang-orang usia tuapun sering mengalami penderitaan dalam kenyataan hidupnya akibat norma lama yang dipegang teguh sudah tidak sesuai dengan norma baru yang tengah berlaku.
3. Wanita pada umumnya lebih mudah merasakan suatu masalah yang dibawanya kedalam hati atau perasaannya, tetapi sulit mengeluarkan perasaannya tersebut, sementara itu mereka memiliki kondisi tubuh yang lebih lemah, sehingga kaum wanitalah yang banyak menjadi penderita psikosomatisme (penyakit akibat gangguan kejiwaan) daripada kaum pria.
4. Orang yang tidak beragama tidak memiliki keyakinan, bahwa diatas dirinya ada kekuasaan yang lebih tinggi, sehingga sifat pasrah umumnya tidak dikenalnya, dalam keadaan yang sulit orang yang demikian ini mudah sekali mengalami penderitaan.
5. Orang yang terlalu mengejar materi seperti pedagang dan pengusaha memiliki sifat ngoyo dalam memperoleh tujuan kegiatannya, yaitu mencari untung sebanyak mungkin, mereka adalah kaum materialis dan mengabaikan masaian spimuai yang justru membuat seseorang pasrah pada saat-saat tertentu.
Penderitaan maupun siksaan yang dialami oleh manusia memang merupakan beban berat, sehingga dunia ini benar-benar mempakan neraka dalarn hidupnya. Bagi mereka yang mulai merasakan tidak mampu lebih lama menderita, biasanya terlontar kata-katanya lebih baik mati daripada hidup, dengan pengertian bahwa dengan kematiannya maka berakhirlah penderitaan yang dialamihya. Itulah sebabnya mereka yang terlalu menderita dan merasa putus asa, lalu mengambil jalan “pintas” dengan bunuh diri.
D. Penderitaan Dan Perjuangan
Setiap manusia pasti mengalami penderitaan, baik berat ataupun ringan. Penderitaan adalah bagian kehidupan manusia yang bersifat kcxlrati. Karena itu terserah kepada manusia itu sendiri untuk berusaha mengurangi penderitaan itu semaksimal mungkin, bahkan menghindari atau menghilangkan sarna sekali. Manusia adalah mahluk berbudaya, dengan budayanya itu ia berusaha mengatasi penderitaan yang mengancam atau dialaminya. Hal ini membuat manusia itu kreatif, baik bagi penderita sendiri maupun bagi orang lain yang melihat atau mengamati penderitaan.
Penderitaan dikatakan sebagai kodrat manusia, artinya sudah menjadi konsekwensi manusia hidup, bahwa manusia hidup ditakdirkan bukan hanya untuk bahagia, melainkan juga menderita. Karena itu manusia hidup tidak boleh pesimis, yang menganggap hidup sebagai rangkaian penderitaan. Manusia harus optimis, ia hams berusaha mengataasi kesulitan hidup. Allah telah berfirman dalarn surat Arra’du ayat 11, bahwa Tuhan tidak akan membah nasib seseorang kecuali orang itu sendiri yang berusaha merubahnya.
Pembebasan dari penderitaan pada hakekatnya menemskan kelangsungan hidup. Caranya ialah beijuang menghadapi tantangan hidup dalarn alam lingkungan, masyarakat sekitar, dengan waspada, dan disertai doa kepada Tuhan supaya terhindar dari bahaya dan malapetaka. Manusia hanya merencanakan dan Tuhan yang menentukan. Kelalaian manusia mempakan sumber malapetaka yang menimbulkan penderitaan. Penderitaan yang teijadi selain dialami sendiri oleh yang bersangkutan, mungkin juga dialami oleh orang lain. Bahkan mungkin teijadi akibat perbuatan atau kelalaian seseorang, orang lain atau masyarakat menderita.
Apabila kita mempeihatikan dan membaca riwayat hidup para pemimpin bangsa, orang-orang besar di dunia, sebagian dari kehidupannya dilalui dengan penderitaan dan penuh peijuangan. Pemimpin kita Bung Kamo dan Bung Hatta berapa lama mendekam dalarn penjara kolonial karena peijuangannya memerdekakan bangsa. Demikian juga pemimpin pemimpin kita yang lain.
E. Penderitaan, Media Massa, Dan Seniman
Dalarn dunia modem sekarang ini kemungkinan teijadi penderitaan itu lebih besar. Hal ini telah dibuktikan oleh kemajuan teknologi dan sebagainya menyejahterakan manusia dan sebagian lainnya membuat manusia menderita. Penciptaan bom atom, reaktor nuklir, pabrik senjata, peluru kendali, pabrik bahan kimia merupakan sumber peluang terjadinya penderitaan manusia. Hal ini sudah teijadi seperti bom atom di Hirosyima dan Nagasaki, kebocoran reaktor nuklir di Unisovyet, kebocoran gas beraccun di India. Penggunaan peluru kendali dalam perang Irak.
Beberapa sebab lain yang menimbulkan penderitaan manusia ialah kecelakaan, bencana alam, bencana perang. dan lain-lain. Contohnya ialah tenggelamnya kapal Tampomas Dua di perairan Masalembo, jatuhnya pesawat hercules yang mengangkut para perwira muda di Condet, Meletusnya gunung galunggung,perang Irak-Iran.
Berita mengenai penderitaan manusia silih berganti mengisi lembaran koran, layar TV, pesawat radio, dengan maksud supaya semua orang yang menyaksikan ikut merasakan dari jauh penderitaan manusia. Dengan demikiaan dapat menggugah hati manusia untuk berbuat sesuatu. Nyatanya tidak sedikit bantu an dari para dermawan dan sukarelawan berupa material atau tenaga untuk meringankan penderitaan dan penyelamatan mereka dari musibah ini. Bantuan-bantuan ini dilakukan secara perseorangan ataupun melalui organisasi-organisasi sosial, kemudian dikirimkan atau diantarkan langsung ke tempat-tempat kejadian dan tempat-tempat pengungsian.
Media masa merupakan alat yang paling tepat untuk mengkomunikasikan peristiwa-peristiwa penderitaan manusia secara cepat kepada masyarakt. Dengan demikian masyarakat dapat segera menilai untuk menentukan sikap antara sesama manusia terutama bagi yang merasa simpati. Tetapi tidak kalah pentingnya komunikasi yang dilakukan para seniman melalui karya seni, sehingga para pembaca, penontonnya dapat menghayati penderitaan sekaligus keindahan karya seni. Sebagai contoh bagaimana penderitaan anak bemama Arie Hangara yang mati akibat siksaan orang tuanya sendiri yang difilmkan dengan judul “Arie Hangara”.
F. Penderitaan dan Sebab-sebabnya
Apabila kita kelompokkan secara sederhana berdasarkan sebab-sebab timbulnya penderitaan, maka penderitaan manusia dapat diperinci sebagai berikut :
a. Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia.
Penderitaan yang menimpa manusia karena perbuatan buruk manusia dapat terjadi dalam hubungan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitamya. Penderitaan ini kadang disebut nasib buruk. Nasib buruk ini dapat diperbaiki manusia supaya menjadi baik. Dengan kata lain, manusialah yang dapat memperbaiki nasibnya. Peibedaan nasib buruk dan takdir, kalau takdir, Tuhan yang menentukan sedangkan nasib bumk itu manusia penyebabnya.
b. Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan / azab Tuhan
Penderitaan manusia dapat juga teijadi akibat penyakit atau siksaan / azab Tuhan. Namun kesabaran, tawakal, dan optimisme dapat mempakan usaha manusia untuk mengatasi penderitaan itu. Banyak contoh kasus penderitaan semacam ini dialami manusia.
G. Pengaruh Penderitaan
Orang yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif ataupun sikap negatif. Sikap negatif misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, ingin bunuh diri. Sikap ini diungkapkan dalam peribahasa “sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”, “nasi sudah menjadi bubur”. Kelanjutan dari sikap negatif ini dapat timbul sikap anti, misalnya anti kawin atau tidak mau kawin, tidak punya gairah hidup.
Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan hidup, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dari penderitaan, dan penderitaan itu adalah hanya bagian dari kehidupan. Sikap positif biasanya kreatif, tidak mudah menyerah, bahkan mungkin timbul sikap keras atau sikap anti, misalnya anti kawin paksa, ia beijuang menentang kawin paksa; anti ibu tiri, ia beijuang melawan sikap ibu tiri; anti kekerasan, ia beijuang menentang kekerasan, dan lain-lain.
Apabila sikap negatif dan sikap positif ini dikomunikasikan oleh para seniman kepada para pembaca, penonton, maka para pembaca, para penonton akan memberikan penilaiannya. Penilaian itu dapat berupa kemauan untuk mengadakan perubahan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat dengan tujuan perbaikan keadaan. Keadaan yang sudah tidak sesuai ditinggalkan dan diganti dengan keadaan yang lebih sesuai. Keadaan yang berupa hambatan hams disingkirkan
BAB VII
MANUSIA DAN KEADILAN
A. Pengertian Keadilan
Keadilan menurut Aristotcles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kclayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kc dua ujung ckstrcm yang terlalu banyak dan tcrlalu sedikit. Kedua ujung ckstreni itu mcnyangkut dua orang atau bcnda. Bila kedua orang icrscbut mempunyai kesaniaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh bcnda atau hasil yang sama. kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pclanggaran terhadap proporsi tcrscbut bcrarti ketidak adilan.
Keadilan oleh Plato diproycksikan pada diri manusia schingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan pcrasaannya dikcndalikan olch akal.
Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pcmcrintahan. Menumt Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemcrintah sudah melaksanakan tugasnya dcngan baik. Mengapa diproycksikan pada pemcrintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Kong Hu Cu berpendapat lain : Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih urnurn dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika kita hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Sebagai contoh, seorang karyawan yang hanya menuntut hak kenaikan upah tanpa meningkatkan hasil keijanya tentu cenderung disebut memeras. Sebaliknya pula, seorang majikan yang terns menerus menggunakan tenaga orang lain, tanpa memperhatikan kenaikan upah dan kesejahteraannya, maka perbuatan itu menjurus kepada sifat memperbudak orang atau pegawainya. Oleh karena itu, untuk memperoleh keadilan, misalnya, kita menuntut kenaikan upah; sudah tentu kita harus bemsaha meningkatkan prestasi kerja kita. Apabila kita menjadi majikan, kita harus memikirkan keseimbangan kerja mereka dengan upah yang diterima.
B. Keadilan Sosial
Berbicara tentang keadilan, Anda tenm ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pnacasila, berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam dokumen lahimya Pancasila diusulkan oleh Bung Kamo adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu nampak adanya pembauran pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4. Sikap suka bekerja keras.
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan, yaitu : 1) pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan. (2) pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. (3) pemerataan pembagian pendapataan (4) pemerataan kesempatan kerja. (5) pemerataan kesempatan bemsaha (6) pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita. (7) pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. (8) pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Keadilan dan ketidak adilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan / ketidakadilan setiap hari. Oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti drama, puisi, novel, musik dan lain-lain.
C. Berbagai Macam Keadilan
a. Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato bcrpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang mcnibuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang mcnjalankan pekctjaan yang menurut sifat dasamya paling cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, Sunoto menycbutnya keadilan legal.
b. Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama dipeiiakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Ali bekeija 10 tahun dan Budi bekeija 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah hams dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekeija. Andaikata Ali menerima Rp. 100.000,- maka Budi hams menerima. Rp 50.000. Akan tetapi bila besar hadian Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
c. Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu mempakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
d. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan peibuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan hams sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang teilampir malalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang bempa kehendak, harapan dan niat. Seseorang yang tidak menepati niatnya bcrarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah teriahir dalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongannya disaksikan orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan mununtut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberaniaan dan ketentraman hati, serta menyucikan lagi pula membuat luhumya budi pekerti. Seseorang mustahil dapat memeluk agama dengan sempuma, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikanmu, serta jangan pula bcrdusta, walaupun dustamu dapat menguntungkanniu.
e. Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran ataii tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah bemiat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha ? Sudah tentu keuntungan itu diperoleh dengan tidak wajar. Yang dimaksud dengan keuntungan di sini adalah keuntungan yang berupa mated. Mereka yang berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan atau keenakan, meskipun orang lain menderita karenanya.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasanya tidak senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal agama apapun tidak membenarkan orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa mcnghiraukan orang lain, lebih lagi mengumpulkan harta dengan jalan curang. Hal semacam itu dalam istilah agama tidak diridhoi Tuhan.
f. Pemulihan Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bgai orang/tetangga disekitamya adalah suatu kebanggaan batin yang tak temilai harganya.
Ada peribahasa berbunyi “daripada berputih mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik mati dari pada malu. Betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi taruhannya. Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya “jagalah nama keluargamu!” Dengan menyebut “nama” berarti sudah mengandung arti “nama baik”. Ada pula pesan orang tua “jangan membuat malu” pesan itu juga berarti menjaga nama baik. Orang tua yang menghadapi anaknya yang sudah dewasa sering kali berpesan “laksanakan apa yang kamu anggap baik, dan jangan kau laksanakan apa yang kau anggap tidak baik!”. Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga.
Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan ftu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya.
g. Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain, reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serapa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serapa, tingkah laku yang seimbang.
Sebagai contoh, A memberikan makanan kepada B. Di lain kesempatan B memberikan minuman kepada A. Perbuatan tersebut merapakan perbuatan serapa, dan ini merapakan pembalasan.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhanpun diberikan pembalasan dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka.
Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula.
Oleh karena tiap manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berasaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
BAB VIII
MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP
A. Pengertian Pandangan Hidup
Setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati. Karena itu ia menentukan masa depan seseorang. Untuk itu perlu dijelaskan pula apa arti pandangan hidup. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasaikan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.
Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terns menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat diuji kenyataannya. Hasil pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar ini manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk. yang disebut pandangan hidup.
Pandangan hidup banyak sekali macamnya dan ragamnya. Akan tetapi pandangan hidup dapat diklasifikasikan berdasaikan asalnya yaitu teidiri dari 3 macam :
a. Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya.
b. Pandangan hidup yang bempa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada negara tersebut.
Apabila pandangan hidup itu diterima oleh sekelompok orang sebagai pendukung suatu organisasi, maka pandangan hidup itu disebut ideologi. Jika organisasi itu organisasi politik, ideologinya disebut ideologi politik. Jika organisasi itu negara, ideologinya disebut ideologi negara.
Pandangan hidup pada dasamya mempunyai unsur-unsur yaitu cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan. Keempat unsur ini merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan. Cita - cita ialah apa yang diinginkan yang mungkin dapat dicapai dengan usaha atau perjuangan. Tujuan yang hendak dicapai ialah kebajikan, yaitu segala hal yang baik yang membuat manusia makmur, bahagia, damai, tentram. Usaha atau peijuangan adalah keija keras yang dilandasi keyakinan/kepercayaan. Keyakinan/kepercayaan diukur dengan kemampuan akal, kemampuan jasmani, dan kepercayaan kepada Tuhan.
B. Cita-cita
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, yang disebut cita-cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang mau diperoleh seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita-cita merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan datang. Pada umumnya cita-cita merupakan semacam garis linier yang makin lama rnakin tinggi, dengan perkataan lain: cita-cita merupakan keinginan, harapan, dan tujuan manusia yang makin tinggi tingkatannya.
Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau belum mungkin teipenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan. Disini persyaratan dan kemampuan tidak/belum dipenuhi sehinga usaha untuk mewujudkan cita-cita itu tidak mungkin dilakukan. Misalnya seorang anak bercita-cita ingin menjadi dokter, ia belum sekolah, tidak mungkin beipikir baik, sehingga tidak punya kemampuan berusaha mencapai cita-cita. Itu bam dalam taraf angan-angan.
Antara masa sekarang yang merupakan realita dengan masa yang akan datang sebagai ide atau cita-cita terdapat jarak waktu. Dapatkah seseorang mencapai apa yang dicita-citakan, hal itu bergantung dari tiga faktor. Pertama, manusianya yaitu yang memiliki cita-cita; kedua, kondisi yang dihadapi selama mencapai apa yang dicita-citakan; dan ketiga, seberapa tinggikah cita-cita yang hendak dicapai.
1. Faktor manusia yang mau mencapai cita-cita ditentukan oleh kualitas manusianya. Ada orang yag tidak berkemauan, sehingga apa yang dicita-citakan hanya merupakan khayalan saja. Hal demikian banyak menimpa anak-anak muda yang memang senang berkhayal, tetapi sulit mencapai apa yang dicita-citakan karena kurang mengukur dengan kemampuannya sendiri.Sebaliknya dengan anak yang dengan kemauan keras ingin mencapai apa yang di cita-citakan, cita-cita merupakan motivasi atau dorongan dalam menempuh hidup untuk mencapainya. Cara keras dalam mencapai cita-cita merupakan suatu peijuangan hidup yang bila berhasil akan menjadikan dirinya puas.
2. Faktor kondisi yang mempengaruhi tercapainya cita-cita, pada umumnya dapat disebul yang menguntungkan dan yang menghambat. Faktor yang menguntungkan merupakan kondisi yang memperlancar tercapainya suatu cita-cita, sedangkan faktor yang menghambat merupakan kondisi yang merintangi tercapainya suatu cita-cita.
Faktor tingginya cita-cita yang merupakan faktor ketiga dalant mencapai cita-cita. Mentang ada anjuran agar seseorang menggantungkan cita-citanya setinggi bintang di langit. Tetapi bagaimana faktor manusianya. ntampukah yang bersangkutan mencapainya; dentikian juga faktor kondisinya nientungkinkan hal itu. apakah dapat merupakan pendorong atau penghalang cita-cita. Sementara itu ada lagi anjuran, agar seseorang mcnempatkan cita-citanya yang sepadan atau sesuai dengan kemantpuannya. Pepatah mengatakan “bayang-bayang setinggi badan", artinya mencapai cita-cita sesuai dengan kentampuan dirinya. Anjuran yang terakhir ini ntenyebabkan seseorang secara bertahap mencapai apa yang diidam-idamkan. Pada umumnya dilakukan dengan penuh pertiitungan sesuai dengan kentampuan yang dimiliki saat itu serta kondisi yang dilaluinya.
C. Kebijakan
Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama dan etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik, mahluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik
Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsur itu terpisah bila manusia meninggal. Karena merupakan pribadi, manusia mempunyai pendapat sendiri, ia mencintai diri sendiri, perasaan sendiri, cita-cita sendiri dan sebagainya. Justru karena itu, karena mementingkan diri sendiri, seringkali manusia tidak mengenal kebajikan.
Manusia merupakan mahluk sosial: manusia hidup bermasyarakat, manusia saling membutuhkan, saling menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat. Sebaliknya pula saling mencurigai, saling membenci, saling merugikan, dan sebagainya. Manusia sebagai mahluk Tuhan, diciptakan Tuhan dan dapat berekembang karena Tuhan. Untuk itu manusia dilengkapi kemampuan jasmani dan rohani juga fasilitas alam sekitamya seperti tanah, air, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dari tiga segi, yaitu manusia sebagai mahluk pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat, dan manusia sebagai mahluk Tuhan.
Sebagai mahluk pribadi, manusia dapat menentukan sendiri apa yang baik dan apa yang buruk. Baik buruk itu ditentukan oleh suara hati. Suara hati adalah semacam bisikan di dal am hati yang mendesak seseorang, untuk menimbang dan menentukan baik buruknya suatu perbuatan, tindakan atau tingkah laku. Jadi suara hati dapat merupakan hakim untuk diri sendiri. Sebab itu, nilai suara hati amat besar dan penting dalam hidup manusia. Misalnya orang tahu, bahwa membunuh itu buruk, jahat: suara hatinya mengatakan demikian, namun manusia kadang-kadang tak mendengarkan suara hatinya.
Suara hati selalu memilih yang baik, sebab itu ia selalu mendesak orang untuk berbuat yang baik bagi dirinya. Oleh karena itu, kalau seseoraang berbuat sesuatu sesuai dengan bisikan suara hatinya, maka orang tersebut perbuatannya pasti baik. Jadi berbuat atau bertindak menumt suara hati, maka tindakan atau perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya perbuatan atau tindakan berlawanan dengan suara hati kita, maka perbuatan atau tindakan itu buruk. Misalnya, suara hati kita mengatakan “tolonglah orang yang menderita itu“, dan kita berbuat menolongnya, maka kita membuat kebajikan. Sebaliknya, apabila hati kita berkata demikian, namun kita hanya seolah-olah tak mendengarkan suara hati itu, maka munafiklah kita.
Karena merupakan anggota masyarakat, maka seseorang juga terikat dengan suara masyarakat. Setiap masyarakat adalah kumpulan pribadi-pribadi, sehingga setiap suara masyarakat pada hakekatnya adalah kumpulan suara hati pribadi-pribadi dalam masyarakat itu. Sebagaimana suara hati tiap pribadi itu pasti selalu menginginkan yang baik, maka masyarakat yang terdiri atas pribadi-pribadi itu pun pasti suara hatinya juga menginginkan yang baik, maka masyarakat yang terdiri atas pribadi-pribadi pasti suara hatinya juga menginginkan yang baik untuk kehidupan masyarakatnya. Sebab itu jika benar-benar berdasarkan pada suara hati anggota-anggotanya, suara hati masyarakat pada dasamya adalah baik. Misalnya, warga disuatu daerah menghendaki kerja bakti dengan mengadakan pembersihan saluran air di kampung. Bila kita ikut beramai-ramai kerja bakti, berarti kita mengikuti suara hati masyarakat, keija bakti itu. Tetapi bila kita tidak mengikutinya berarti kita tidak mau mengikuti suara hati masyarakat.
Sesuatu yang baik bagi masyarakat, berarti baik bagi kepentingan masyarakat. Tetapi dapat saja teijadi, bahwa sesuatu yang baik bagi kepentingan umum/masyarakat tidak baik bagi salah seorang atau segelintir orang didalamnya atau sebaliknya. Dengan demikian, seseorang harus tunduk kepada apa yang baik bagi masyarakat umum.
D. Usaha atau Perjuangan
Usaha/peijuangan adalah keija keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia harus keija keras untuk kelanjutan hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha/perjuangan. Perjuangan untuk hidup, dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha/peijuangan, manusia tidak dapat hidup sempuma. Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya, ia harus kerja keras. Apabila seseorang bercita-cita menjadi ilmuwan, ia hams rajin belajar dan tekun serta memenuhi semua ketentuan akademik.
Keija keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun dengan tenaga/jasmani, atau dengan kedua-duanya. Para ilmuwan lebih banyak bekeija keras dengan otak/ilmunya daripada dengan jasmaninya. Sebaliknya para buruh, petani lebih banyak menggunakan jasamani daripada otaknya. Para tukang dan para ahli lebih banyak menggunakan kedua-duanya otak dan jasmani daripada salah satunya. Para politisi lebih banyak kerja otak daripada jasmani. Sebaliknya para prajurit lebih banyak keija jasmani daripada otak.
Keija keras pada dasamya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya pemalas membuat manusia itu rniskin, melarat, dan berarti menjatuhkan haikat dan martabatnya sendiri. Karena itu tidak boleh bermalas-malas, bersantai-santai dalam hidup ini. Santai dan istirahat ada waktunya dan manusia mengatur waktunya itu.
Dalam agamaptm diperintahkan untuk keija keras. Sebagaimana hadist yang diucapkan Nabi Besar Muhammad S.A.W. yang ditujukan kepada para pengikutnya:”Bekerjalah kamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya, dan beribadahlah kamu seakan-akan kamu akan mati besok. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’du ayat 11 : “sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”. Dari haidst dan firman ini dapat dinyatakan bahwa manusia perlu keija keras untuk memperrbaiki nasibnya sendiri.
Untuk bekeija keras manusia dibatasi oleh kemampuan. Karena kemampuan terbatas itulah timbul perbedaan tingkat kemakmuran antara manusia satu dan manusia lainnya. Kemampuan itu terbatas pada fisik dan keahlian/ketrampilan. Orang bekeija dengan fisik lemah memperoleh hasil sedikit, ketrampilan akan memperoleh penghasilan lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai ketrampilan/keahlian. Karena itu mencari ilmu dan keahlian/ketrampilan itu suatu keharusan. Sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan sastra: “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat” dalam pendidikan dikatakan sebagai “long life education”
Karena manusia itu mempunyai rasa kebersamaan dan belas kasihan (cinta kasih) antara sesama manusia, maka ketidakmampuan atau kemampuan terbatas yang menimbulkan perbedaan tingkat kemakmuran itu dapat diatasi bersama-sama secara tolong menolong, bergotong-royong. Apabila sistem ini diangkat ke tingkat organisasi negara, maka negara akan mengatur usaha/peijuangan warga negaranya sedemikian rupa, sehingga perbedaan tingkat kemakmuran antara sesama warga negara dapat dihilangkan atau tidak terlalu mencolok. Keadaan ini dapat dikaji melalui pendangan hidup/ideologi yang dianut oleh suatu negara.
Dalam negara yang menganut ideologi liberalisme, kesadaran individu yang lebih berperan untuk membantu individu lain yang kurang/tidak mampu bekeija keras memperoleh penghasilan layak. Jika individu tidak punya kesadaran atau rendah tingkat kesadarannya untuk membantu yang lain yang kurang/tidak mampu, maka akan muncul peijuangan bebas dan persaingan bebas. Manusia yang satu mengeksploitir manusia lain. Misalnya dalam hubungan keija, majikan mempekerjakan bumhnya dengan upah murah tak sebanding dengan tenaga yang dikeluaikannya, upah tidak mencukupi kebutuhan minimal si buruh.
Sebaliknya, dalam negara yang menganut ideologi komunis, negara yang lebih berperan mengatur usaha/peijuangan warga negara. Seetiap warga negara hams tunduk dan patuh pada ketentuan yang ditetapkan negara, bahkan dengan paksaan dan kekerasan. Asas kebersamaan, pemeralaan, sama rata sama rasa diterapkan dengan ketaL Akibatnya justm melanggar keadilan, melanggar hak-hak asasi manusia itu sendiri. Walaupun tujuan ideologi komunis itu adalah kemakmuran warga negara, caranya mewujudkan kemakmuran itu tidak sesuai dengan haikat dan martabat manusia. Manusia tidak lebih dari alat menciptakan kemakmuran. Padahal manusia itu mahluk ciptaan Tuhan yang punya haikat dan martabat.
E. Keyakinan atau Kepercayaan
Keyakinan/kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuaasaan Tuhan. Menumt Prof.Dr.Harun Nasution, ada tiga aliran filsafat, yaitu aliran naturalisme, aliran intelektualisme, dan aliran gabungan.
a. Aliran Naturalisme
Hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang mempakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari natur, dan itu dari Tuhan. Tetapi bagi yang tidak percaya pada Tuhan, natur itulah yang tertinggi. Tuhan menciptakan alam semesta lengkap dengan hukum-hukumnya, secara mutlak dikuasai Tuhan. Manusia sebagai mahluk tidak mampu menguasai alam ini, karena manusia itu lemah. Manusia hanya dapat bemsaha/berencana tetapi Tuhan yang menentukan .
Aliran naturalisme berintikan spekulasi, mungkin ada Tuhan mungkin juga tidak ada Tuhan. Lalu mana yang benar ? Yang benar adalah keyakinan. Jika kita yakin Tuhan itu ada, maka kita katakan Tuhan ada. Bagi yang tidak yakin, dikatakan Tuhan tidak ada yang ada hanya natur.
Bagi yang percaya Tuhan, Tuhan itulah kekuasaan tertinggi. Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan. Karena itu manusia mengabdi kepada Tuhan berdasarkan ajaran-ajaran Tuhan yaitu agama. Ajaran agama itu ada dua macam yaitu :
1. Ajaran agama dogmatis, yang disampaikan oleh Tuhan melalui nabi-nabi. Ajaran agama yang dogmatis bersifat mutlak (absolut), terdapat dalam kitab suci Al-Quran dan Hadist. Sifatnya tetap, tidak berubah-ubah.
2. Ajaran agama dari pemuka-pemuka agama, yaitu sebagai hasil pemikiran manusia, sifatnya relatif (terbatas). Ajaran agama dari pemuka-pemuka agama termasuk kebudayaan, terdapat dalam buku-buku agama yang ditulis oleh pemuka-pemuka agama. Sifatnya dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Apabila aliran naturalisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dan Tuhan. Jadi, pandangan hidup dilandasi oleh ajaran-ajaran Tuhan melalui agamanya. Manusia yakin bahwa kebajikan itu diridhoi oleh Tuhan. pandangan hidup yang dilandasi keyakinan bahwa Tuhanlah kekuasaan tertinggi, yang menentukan segala-galanya disebut pandangan hidup religius (keagamaan).
Sebaliknya, apabila manusia tidak mengakui adanya Tuhan, natur adalah kekuatan tertinggi, maka keyakinan itu bermula dari kekuatan natur. Pandangan hidupnya dilandasi oleh kekuatan natur. Manusia yakin bahwa kebajikan adalah kebajikan natur. Pandangan hidup yang dilandasi oleh kekuatan natur sifatnya atheisme. Ini disebut pandangan hidup komunis.
b. Aliran intelektualisme
Dasar aliran ini adalah logika / akal. Manusia mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir. Mana yang benar menurut akal itulah yang baik, walaupun bertentangan dengan kekuatan hati nurani. Manusia yakin bahwa dengan kekuatan pikir (akal) kebajikan itu dapat dicapai dengan sukses. Dengan akal diciptakan teknologi. Teknologi adalah alat bantu mencapai kebajikan yang maksimal, walaupun mungkin teknologi memberi akibat yang bertentangan dengan hati nurani.
Akal berasal dan bahasa Arab, artinya kalbu, yang berpusat di hati, sehingga timbul istilah “hati nurani”, artinya daya rasa. Di Barat hati nurani ini menipis, justru yang menonjol adalah akal yaitu logika beipikir. Karena itu aliran ini banyak dianut di kalangan Barat Di Timur orang mengutamakan hati nurani,yang baik menurut akal belum tentu baik menurut hati nurani.
Apabila aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dari akal. Jadi pandangan hidup ini dilandasi oleh keyakinan kebenaran yang diterima akal. Benar menurut akal itulah yang baik. Manusia yakin bahwa kebajikan hanya dapat diperoleh dengan akal (ilmu dan teknologi). Pandangan hidup ini disebut liberalisme.Kebebasan akal menimbulkan kebebasan bertingkah laku dan berbuat walaupun tingkah laku dan perbuatan itu bertentangan dengan hati nurani. Kebebasan akal lebih ditekankan pada setiap individu. karena itu individu yang berakal (berilmu dan berteknologi tinggi) dapat menguasai individu yang beipikir rendah (bodoh).
c. Aliran Gabungan
Dasar aliran ini ialah kekuatan gaib dan juga akal. kekuatan gaib artinya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan. Sedangkan akal adalah dasar kebudayaan, yang menentukan benar tidaknya sesuatu. Segala sesuatu dinilai dengan akal, baik sebagai logika beipikir maupun sebagai rasa (hati nurani). Jadi, apa yang benar menurut logika berpikir juga dapat diterima oleh hati nurani.
F. Langkah-langkah Berpandangan Hidup Yang Baik
Manusia pasti mempunyai pandangan hidup walau bagaimanapun bentuknya. Bagaimana kita memeperlakukan pandangan hidup itu tergantung pada orang yang bersangkutan. Ada yang memperlakukan pandangan hidup itu sebagai sarana mencapai tujuan dan ada pula yang memperlakukaan sebagai penimbul kesejahteraan, ketentraman dan sebagainya.
Akan tetapi yang terpenting, kita sehamsnya mempunyai langkah-langkah berpandangan hidup ini. Karena hanya dengan mempunyai langkah-langkah itulah kita dapat memperlakukan pandangan hidup sebagai sarana mencapai tujuan dan cita-cita dengan baik. Adapun langkah-langkah itu sebagai berikut :
1. Mengenal
Mengenal merupakan suatu kodrat bagi manusia yaitu merupakan tahap pertama dari setiap aktivitas hidupnya yang dalam jal ini mengenal apa itu pandangan hidup. Tentunya kita yakin dan sadar bahwa setiap manusia itu pasti mempunyai pandangan hidup, maka kita dapat memastikan bahwa pandangan hidup itu ada sejak manusia itu ada, dan bahkan hidup itu ada sebelum manusia itu belum turun ke dunia. Adam dan hawalah dalam hal ini yang merupakan manusia pertama, dan berarti pula mereka mempunyai pandangan hidup yang digunakan sebagai pedoman dan yang memberi petunjuk kepada mereka.
Sedangkan kita sebagai rnahluk yang bemegara dan atau beragama pasti mempunyai pandangan hidup juga dalam beragama, khususnya Islam, kita mempunyai pandangan hidup yaitu A1 Qur’an, Hadist dan ijmak Ulama, yang merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lainnya.
2. Mengerti
Tahan kedua untuk berpandangan hidup yang baik adalah mengerti. Mengerti disini dimaksudkan mengerti terhadap pandangan hidup itu sendiri. Bila dalam bemegara kita berpandangan pada Pancasila, maka dalam berpandangan hidup pada Pancasila kita hendaknya mengerti apa Pancasila dan bagaimana mengatur kehidupan bemegara. Begitu juga bagai yang berpandangan hidup pada agama Islam. Hendaknya kita mengerti apa itu Al-Qur’an, Hadist dan ijmak itu dan bagaimana ketiganya itu mengatur kehidupan baik di dunia maupun di akheraL Selain itu juga kita mengerti untuk apa dan dari mana A1 Qur’an, hadist, dan ijmak itu. Sehingga dengan demikian mempunyai suam konsep pengertian tentang pandangan hidup dalam Agama Islam. Mengerti terhadap pandangan hidup di sini memegang peranan penting. Karena dengan mengerti, ada kecenderungan mengikuti apa yang terdapat dalam pandangan hidup itu.
3. Menghayati
Langkah selanjutnya setelah mengerti pandangan hidup adalah menghayati pandangan hidup itu. Dengan menghayati pandangan hidup kita memperoleh gambaran yang tepat dan benar mengenai kebenaran pandangan hdiup itu sendiri.
Menghayati disini dapat diibaratkan menghayati nilai-nilai yang terkandung didalamnya, yaitu dengan memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai pandangan hidup itu sendiri. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka menghayati ini, menganalisa hal-hal yang berhubungan dengan pandangan hidup, bertanya kepada orang yang dianggap lebih tahu dan lebih berpengalaman mengenai isi pandangan hidup itu atau mengenai pandangan hidup itu sendiri. Jadi dengan menghayati pandangan hidup kita akan memperoleh mengenai kebenaran tentang pandangan hidup itu sendiri.
Yang perlu diingat dalam langkah mengerti dan menghayati pandangan hidup itu, yaitu hams ada. Sikap penerimaan terhadap pandangan hidup itu sendiri. Dalam sikap penerimaan pandangan hidup ini ada dua altematif yaitu penerimaan secara ikhlas dan penerimaaan secara tidak ikhlas.
Dengan kata lain langkah mengenai mengerti dan menghayati ini ada sikap penerimaan dan hal lain merupakan langkah yang menentukan terhadap langkah selanjutnya. Bila dalam mengerti dan menghayati ini ada penerimaan secara ikhlas, maka langkah selanjutnya akan memperkuat keyakinannya. Akan tetapi bila sebaliknya langkah selanjutnya tidak berguna
4. Meyakini
Setelah mengetahui kebenaran dan validitas, baik secara kemanusiaan, maupun ditinjau dari segi kemasyarakatan maupun negara dan dari kehidupan di akherat, maka hendaknya kita meyakini pandangan hidup yang telah kita hayati itu. Meyakini ini merupakan suatu hal untuk cenderung memperoleh suatu kepastian sehingga dapat mencapai suatu tujuan hidupnya.
Dengan meyakini berarti secara langsung ada penerimaan yang ikhlas terhadap pandangan hidup itu. Adanya sikap menerima secara ikhlas ini maka ada kecenderungan untuk selalu berpedoman kepadanya dalam segala tingkah laku dan tindak tanduknya selalu dipengamhi oleh pandangan hidup yang diyakininya. Dalam meyakini ini penting juga adanya iman yang teguh. Sebab dengan iman yang teguh ini dia tak akan terpengaruh oleh pengaruh dari luar dirinya yang menyebabkan dirinya tersugesti.
Contoh bahwa keyakinan itu penting dalam tingkah laku. Kita sebagai umat yang beragama Islam yakin bahwa Allah itu mempunyai sifat yang maha dan segala yang diantaranya adalah maha mengetahui. Sifat maha mengetahui ini membuat orang yang meyakininya selalu berbuat baik. Dalam hal ini adalah keyakinan yang sebenar-benamya. Akan tetapi dalam kasus tertentu ada pula orang yang walaupun meyakini, tetapi karena imannya tipis maka terpaksa melanggar ketentuannya.
5. Mengabdi
Pengabdian mempakan sesuatu hal yang penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah dibenarkan dan diterima baik oleh dirinya lebih-lebih oleh orang lain. Dengan mengabdi maka kita akan merasakan manfaatnya. Sedangkan perwujudan manfaat mengabdi ini dapat dirasakan oleh pribadi kita sendiri. Dan manfaat itu sendiri bisa terwujud di masa masih hidup dan atau sesudah meninggal yaitu di alam akherat.
Dampak berpandangan hidup Islam yang antara lain yaitu mengabdi kepada orang tua (kedua orang tua). Dalam mengabdi kepada orang tua bila didasari oelh pandangan hidup Islam maka akan cenderung untuk selalu disertai dengan ketaatan dalam mengikuti segala perintahnya. Setidak-tidaknya kita menyadari bahwa kita sudah selayaknya mengabdi kepada orang tua. Karena kita dahulu yaitu dari bayi sampai dapat berdiri sendiri tokh diasuhnya dan juga kita dididik kepada hal yang baik.
Oleh karena itu seharusnya mengabdi kepada orang tua kita dengan perwujudannya yang berupa perbuatan yang menyenangkan hatinya, baik secara langsung maupun secara tidak langsimg. Artinya apapun yang menjadi hambatan dan tantangan kita untuk tidak mengabdi kepadanya hams selalu ditumbangkan.
Jadi jika kita sudah mengenal, mengerti, menghayati, dan meyakini pandangan hidup ini, maka selayaknya disertai dengan pengabdian. Dan pengabdian ini hendaknya dijadikan pakaian, baik dalam waktu tentram lebih-lebih bila menghadapi hambatan, tantangan dan sebagainya.
6. Mengamankan
Mungkin sudah mempakan sifat manusia bahwa bila sudah mengabdikan diri pada suatu pandangan hidup lalu ada orang lain yang mengganggu dan atau mayalahkannya tentu dia tidak menerima dan bahkan cenderung untuk mengadakan periawanan. Hal ini karena kemungkinan merasakan bahwa dalam berpandangan hidup itu dia telah mengikuti langkah-langkah sebelumnya dan langkah-langkah yang ditempuhnya itu telah dibuktikan kebenarannya sehingga akibatnya bila ada orang lain yang mengganggunya maka dia pasti akan mengadakan suatu respon entah respon itu berwujud tindakan atau lainnya.
Proses mengamankan ini menipakan langkah terakhir. Tidak mungkin atau sedikit kemungkinan bila belum mendalami langkah sebelumnya lalu akan ada proses mengamankan ini. Langkah yang terakhir ini merupakan langkah teiberat dan benar-benar membutuhkan iman yang teguh dan kebenaran dalam menanggulangi segala sesuatu demi tegaknya pandangan hidup itu.
Misalnya seorang yang beragama Islam dan berpegang teguh kepada pandangan hidupnyaa, lalu suatu ketika dia dicela baik secara langsung ataupun secara tidak langsung, maka jelas dia tidak menerima celaan itu. Bahkan bila ada orang yang ingin merusak atau bahkan ingin memusnahkan agama Islam baik terang-terangan ataupun secara diam-diam, sudah tentu dan sudah selayaknya kita mengadakan tindakan terhadap segala sesuatu yang menjadi pengganggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar