KEBUDAYAAN
PURWOREJO
Kabupaten Purworejo adalah sebuah
kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukota berada di kota Purworejo. Kabupaten
ini berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Magelang di utara,
Kabupaten Kulon Progo (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di timur), Samudra
Hindia di selatan, serta Kabupaten Kebumen di sebelah barat. Bagian selatan
wilayah Kabupaten Purworejo merupakan dataran rendah. Bagian utara berupa
pegunungan, bagian dari Pegunungan Serayu. Di perbatasan dengan DIY, membujur
Pegunungan Menoreh. Purworejo berada di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa.
Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api, dengan stasiun terbesarnya di
Kutoarjo.
Bahasa yang digunakan di daerah
Purworejo adalah bahasa jawa seperti daerah jawa yang lain. Namun secara khusus
bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa khas Kedu (meliputi wilayah Magelang,
Wonosobo, Temanggung, dan Purworejo). Bahasa kedu sendiri merupakan bahasa
peralihan antara bahasa jawa bandhek (Yogyakarta-solo) dan bahasa jawa Ngapak.
Peralihan bahasa ini sangat terlihat di Purworejo, dimana wilayah Purworejo
yang berbatasan dengan Yogyakarta (bagelen, purwodadi, kaligesing, dll) baahasanya
cenderung menggunakan bahasa bandhek, sedangkan wilayah Purworejo yang
berbatasan dengan Kebumen (grabag, butuh, pituruh dan kemiri) ikut terpengaruh
bahasa ngapak. Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa yang digunakan di Purworejo
merupakan bahasa peralihan yaitu dari bahasa bandhek meuju bahasa ngapak.
Secara umum sistem teknologi yang ada di
purworejo tidak jauh berbeda dengan daerah lain di sekitarnya. Mulai dari
pakaian, perumahan, alat rumah tangga, senjata, hamper sama. Untuk alat
produksi sendiri di purworejo terdapat berbagai jenis tergantung daerahnya.
Misal untuk daerah dataran rendah mereka terfokus untuk alat-alat produksi
pertanian padi, sedangkan di daerah tengah alat produksi seperti tekstil, dan
untuk daerah perbukitan di sebelah timur dan utara jenis alat produksi lebih
terfokus pada alat produksi hasil perladanagan. Untuk bidang transportasi
sendiri, sejak jaman penjajahan belanda, di Purworejo telah ada kereta dan
stasiun sebagai salah satu transportasi hingga saat ini.
Selain itu bentuk pusat kota yang masih
tradisional yaitu tata kota macapat juga terlihat, dimana alun-alun berada di
tengah sebelah barat alun-alun adalah masjid, sebelah timur gereja, utara dan
selatan yaitu pusat pemerintahan dan pendopo kabupaten, tidak jauh dari sana
juga terdapat Lembaga Pemasyarakatan atau penjara, kantor pos dan bank. Di
purworejo juga terdapat masjid agaung dimana didalamnya terdapat bedug raksasa,
dan terdapat juga gereja tua yang berdiri sejak tahun 1990.
Sistem kemasyarakatan terdiri dari
berbagai unsur, yaitu kekerabatan, organisasi politik, hukum dan perkawinan.
Untuk di wilayah Purworejo sendiri masyarakatnya masing menjunjung tinggi
budaya gotong royong dan saling menolong, antar warga Purworejo terdapat satu
ikatan khusus yaitu ikatan daerah, ini terlihat dari pemuda dan pemudi
purworejo yang merantau dan mereka mendirikan paguyuban CPP “Cah Purworejo
Perantauan”, selain ikatan kekerabatan daerah terdapat juga kekerabatan karna
ikatan darah, misal dalam satu tahun sekali, biasanya selepas hari raya idul
fitri, masyarakat sering mengadakan pengajian keluarga besar, mereka yang
dating adalah masayarakat yang masih mempunyai garis keturunan dari orang
tertentu. Sedangkan untuk politik dan hukum, masyarakat di Purworejo juga masih
menerapkan hukum-hukum setempat, semisal di daerah sepanjang sungai bogowonto,
mereka dilarang menagkap ikan menggunakan racun, setrum, dan jarring. Untuk
perkawinan sendiri hamper sama dengan wilayah jawa yang lain.
Sistem kepercayaan di purworejo sendiri
telah berkembang sejak jaman dahulu, pada jaman dahulu telah berkembang agama
kristen kerasulan yang berpusat di desa Karangjoso, kecamatan Butuh kabupaten
Purworejo berkembang dan berpengaruh di sejumlah tempat di pulau jawa pada abad
XIX. Selain itu berkembang juga agama islam melalui islamisasi di jawa. Meski
demikian di purworejo juga masih berkembang kepercayaan jawa, percaya pada hal
ghaib dan lain lain. Seringkali antar sistem kepercayaan masih bercampur, misal
kebudayaan islam atau Kristen bercampur dengan kebudayaan jawa, ini terlihat
dari diadakannya Kirab Bagelen untuk memperingati berdirinya gereja tertua di
purworejo yang berdiri sejak tahun 1900.
Adapun kesenian yang paling terkenal di
daerah Purworejo adalah kesenian tari, seperti kuda lumping, jatilan, lengger,
wayang dan lain-lain. Selain itu Purworejo memiliki tarian khas sendiri, yaitu
tarian Dolalak, kesenian tari Dolalak merupakan sabuah tarian rakyat yang
menjadi primadona tari tradisional di Purworejo. Tarian yang sudah eksis sejak
sekitar 85 tahunan ini telah merebak hampir di setiap desa di wilayah
Purworejo. Sejarah terciptanya tarian Dolalak yang menjadikan tarian khas dari
Purworejo ini konon bermula dari peniruan oleh beberapa pengembala terhadap
gerakan tarian dansa serdadu Belanda. Penamaan Dolalak diambil dari dari
dominannya notasi nada do – la – la yang dinyanyikan serdadu Belanda untuk
tarian dansa mereka.
Ketika pertama kali tercipta, tarian
Dolalak tidak diiringi dengan peralatan instrumen musik, namun menggunakan
nyanyian yang dilagukan oleh para pengiringnya. Lagu-lagu yang dicipta biasanya
bernuansa romantis bahkan ada yang erotis. Nyanyian tersebut dinyanyikan silih
berganti atau terkadang secara koor bersama. Dalam perkembangannya, iringan
musik tarian Dolalak menggunakan instrumen musik jidur, terbang, kecer, dan
kendang. Sedang untuk iringan nyanyian menggunakan syair-syair dan pantun
berisi tuntunan dan nasehat. Isi syair dan pantun yang diciptakan, campuran
dari Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia sederhana. Untuk kostum penari Dolalak,
mengenakan layaknya pakaian serdadu Belanda, pakaian lengan panjang hitam
dengan pangkat di pundaknya, mengenakan topi pet,dan berkacamata hitam.
Yang unik dan paling menarik dari tari
Dolalak adalah ketika penari memasuki tahap tarian trance ( kemasukan roh halus
). Saat penari mengalami trance yang ditandai dengan mengenakannya kaca mata
hitam, penari akan mampu menari berjam-jam tanpa henti. Selain itu gerak
tariannya pun berubah menjadi lebih energik dan mempesona. Kesadaran penari
akan pulih kembali setelah sang dukun “ mencabut “ roh dari tubuh sang penari. Tarian
Dolalak, semula ditarikan oleh para penari pria. Namun dalam perkembangannya,
tahun 1976 Dolalak ditarikan oleh penari wanita. Dan hampir setiap grup Dolalak
di Purworejo, kini semua penarinya adalah wanita. Jarang sekali sekarang ini
ditemui ada grup Dolalak dengan penari pria.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar